Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm"[3] yang
berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan
katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan
ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan
sebagainya
ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[1]
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.[2]
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat,
ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah
lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan
perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum
dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini,
ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan
bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi
perawat.
Syarat-syarat ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
- Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
- Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
- Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
- Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ.
Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan
ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah
tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam
ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Referensi
1.^ Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11.
2.^ Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11
3.^ Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, Grafindo, Jakarta, 1996, hal.
4.^Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar